Pendahuluan
Rumah sakit merupakan satu system/bagian dari system
pelayanan kesehatan, mempunyai 3 pilar otoritas, yang masing-masing bekerja
secara otonom namun harus terkoordinasi dalam sitem tersebut (Djojosoegito,
1985). Ketiga pilar tersebut adalah
pilar pemilik, pilar professional kesehatan dan pilar manajemen. Ketiga pilar
tersebut mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda.
Pilar pemilik adalah subsistem otoritas yang diperlukan dalam
kaitannya dengan harmonisasi kebijakan rumah sakit dengan kebutuhan dan harapan
masyarakat. Pemilik ini bias pemerintah maupun swasta baik bersifat profit
maupun non for profit maupun charity.
Pilar staf professional kesehatan terdiri dari dua unsur utama
yaitu sataf kedokteran dan staf keperawatan, disamping masih banyak staf
professional kesehatan yang lainnya. Staf profesinal ini mempunyai sifat otonom
dalam melaksanakan pelayanan profesionalnya( yang disebut sebagai professional
autonomy (Djojosoegito,1997)dalam rangaka self disciplining dan self
developing).
Kedua subsistem otoritas diatas mempunyai sifat dan tata
kerja yang berbeda sehingga antara keduanya perlu dilakukan harmonisasi.
Pilar otoritas ketiga yaitu otoritas manajemen mempunyai
kedudukan yang sentral dalam menyalesaikan dua pilar otoritas yang lain,
sekaligus menyelisaikan kerja sama ketiga pilar tersebut dengan harapan dan
kebutuhan masyarakat.
Dalaminterikasi antara instirusi rumah sakit atau institusi
upaya kesehatan perorangan (UKP) lainnya dengan masyarakat, dalam kaitannya
dengan tata cara pembayaran pelayanannya, dikenal tiga istilah yang
menggambarkan fungsi masing-masing pihak terkait (stakeholder) yaitu :
-
Pelayanan (provider)
-
Pemakai pelayanan (customer)
-
Pembayaran pelayanan (payer)
Peran data dan informasi dalam menyatukan upaya untuk
mencapai visi bersama dari ketiga otoritas (pemilik, manajemen dan staf professional)
serta dalam menyelesaikan interaksi ketiga otoritas tersebut, maupun
menyelesaikan interaksi antara provider, customer dan payer sehingga tercapai
tujuan pelayanan kesehatan yaitu efficiency, equity, quality (EEQ).
Sistem Kesehatan dan Sistem pelayanan Kesehatan
Sistem kesehatan (health system) adalah tatanan yang
bertujuan tercapainya derajat kesehatan yang bermutu tinggi dan merata, melalui
upaya-upaya dalam tatanan tersebut yang dilaksanakan secara efisien dan
berkualitas serta terjangakau.
Sistem pelayanan kesehatan terdiri atas dua bagian yang
merupakan subsistemnya, yaitu system pelayanan kesehatan (Healht Service
Delivery System) dan system pendanaan kesehatan (Health Financing System).
System pendanaan mendanai system pelayanan.
System
pelayanan kesehatan terdiri atas dua bagian yang merupakan Subsystemnya, yaitu
system pelayanan kesehatan perorangan (medical service atau pelayanaan medis)
dan system pelayanan kesehatan masyarakat (public health service).
Dalam system pelayanan
kesehatan perorangan terdapat
berbagai upaya untuk peningkatan kesehatan perorangan (selanjutnya disebut
upaya kesehatan perorangan /UKP), yaitu mulai dari promosi kesehatan,
pencegahan penyakit dan kecacatan deteksi dini penyakit/kecacatan dan
penanganannya yang lebih tepat agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut atau
kecacatan.
Dalam
upaya pelayanan kesehatan masayarakat juga dikenal upaya health promotion dan
specific protection yang dilaksanakan pada masyarakt secara keseluruhan.
Dari gambaran diatas terlihat bahwa upaya kesehatan
masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan UKP) menjadi satu kesatuan
upaya passa health promotion dan specific protection. Dilihat dari sudut
pathogenesis penyakit, maka upaya-upaya health promotion dan specific
protection ini adalah upaya pada masa “prepathogenesis”. Sedangkan upaya-upaya
early detection ang prompt treatment, disability limitation, rehabilitation
adalah upaya-upaya pada masa “pathogenesis”.
Dalam system pendanaanya, produk pelayanan kesehatan
masyarakt umumnya merupakan public goods sehingga didanai oleh pemerintah.
Produk pelayanan kesehatan perorangan bisa didanai oleh pemerintah (kalau
dianggap public goods misalnya, pengobatan penderita ppenyakit TBC sebagai
bagian dari upaya pemberantasan penyakit TBC), bisa didanai oleh perorangan
sendiri (murni merupakan privat goods yang bisa langsung out of pocket ataupun
melalui asuransi pribadi/privat insurance). Pembiayaan pelayanan juga bisa
campur antara pemerintah dan masyarakat (public-privat mix).
SISTEM
KESEHATAN DAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
UPAYA PELAYANAN
KESEHATAN PERORANGAN (UKP)
Dalam subsistem pelayanan kesehatan perorangan dalam kerangka
keseluruhan system kesehatan, terdapat berbagai upaya kesehatan perorangan
(UKP) terdapat UKP yang diselenggarakan dengan objek utama adalah penanganan
pada periode “pre pathogenesis” dan UKP dengan objek utama penanganan pada
periode “pathogenesis”. UKP pertama lebih menekankan upaya promosi kesehatan
perorangan /health promotion(misalnya mengajarkan pola hidup sehat pada pasien
dan keluarga pasien stroke/pasien penyakit jantung. Upaya kesehatan ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara
mandiri (self care), oleh keluarga (family care) atau kelompok anggota
masyarakat (misalnya, perkumpulan jantung sehat).
UKP kedua lebih menekankan pada pelayanan periode
“pathogenesis” (disability limitation, rehabilitation). Upaya ini dilaksanakan
di institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah sakit.
Untuk
penyakit yang banyak terjadi di masyarakat (common diseases) pelayanan
dilaksanakan di rumah sakit rujukan awal (primary
hospital system) dimana penanganan
secara satu disiplin ilmu dapt dilaksanakan dengan baik.
Untuk
penyakit yang penanganannya membutuhkan penanganan yang multidisiplin
sederhana, pelayanan dilaksanakan dirumah sakit rujukan lanjutan (secondary hospital system).
Untuk
penyakit yang penanganannya membutuhkan penanganan multidisiplin kompleks,
pelayanan dilaksanakan dilaksanakan dirumah sakit rujukan lanjut (tertiary hospital system).
Untuk
Negara yang sangat maju ada pelayanan yang diutamakan dalam rangka pengembangan
ilmu (dengan pelayanan yang tetap berbasis pada kebutuhan pasien, bukan
berbasis pada pengembangan ilmu), pelayanan dilaksanakan dirumah sakit untuk
pengembangan ilmu (quaternary
hospital).
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Perorangan
di Indonesia dan Lingkungannya
seperti
telah diutarakan diatas, pelayanan kesehatan perorangan (medical service,
pelayanan medic) dapat dikategorikan dalam 4 kategori :
1.
Pelayanan medic mandiri (self care and family medical care)
yang dilaksanakan oleh pribadi kelompok masyarakat; aktifitas ini bisa
dilaksanakan oleh masing-masing individu, bisa secara berkelompok; aktifitas
ini bisa dilaksanakan sebelum orang menderita sakit (misalnya, dalam klub
jantung sehat), bisa juga setelah orang menderita penyakit atau kecacatan
(misalnya, klub stroke).
2.
Pelayanan medic dasar/primer (essential medical care and basic speciality care, ada yang
menyebutnya preventife medical care atau
primary medical care)
Pelayanan ini diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta/kelompok
masyarakat. Idealnya pelayanan ini dilaksanakan oleh dokter keluarga yang
merupakan gate keeper dari pelayanan rujukan. Pelayanan medic dasar ini
dilaksanakan di puskesmas pemerintah, balkesmas swasta serta dokter praktek
perorangan swasta.
3.
Pelayanan medic skunder/rujukan awal
pelayanan ini dilaksanakan dirumah sakit dengan kemampuan
nonspesialistik/spesialiatik dasar (dulu dikenal dengan sebutan rumah sakit
tipe D), sampai kerumah sakit dengan kemampuan pelayanan spesialistik empat
dasar( dikenal dengan nama rumah sakit tipe C) ataupun dirumah sakit dengan
kemampuan pelayanan lebih dari empat spesialisme plus beberapa spesialisme
dasar (dikenal dengan nama rumah sakit tipe B-awal). Rumah sakit rujukan awal
ini biasanya ada di ibu kota kabupaten dan kota madya.
4.
Pelayanan medic tersier/rujukan lanjut
Pelayanan ini dilaksanakan dirumah sakit dengan kemampuan pelayanan semua
spesialisme plus beberapa subspesialisme(dikenal dengan nama rumah sakit tipe-B
lanjut atau dirumah sakit dengan kemampuan semua spesialisme dengan seluruh
subspesialismenya(rumah sakit tipe A). diindonesia rumah sakit rujukan lanjut
ini semuanya berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan.
Upaya keseluruhan pada butir-butir
diatas yang saling berhubungan (saling berkaitan, saling berpengaruh, saling
bergantung) satu sama lain, diselengarakan dalam satu daerah/ kabupaten/kota
dalam satu system kesehatan daerah.
Keseluruhan stakeholders dalam system kesehatan tersebut dapat dilihat
pada bagan.
Bagan 1.2. Upaya
kesehatan perorangan/Rumah sakit dan Berbagai Stakeholder dan lingkungan-Strateginya.
Rumah Sakit Sebagai Satu Sistem dalam
Pencapaian EEQ
System adalah suatu
kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian (yang dinamakan subsistem), bagian
tersebut saling berkaitan (interelasi) saling berpengaruh (interaksi), serta
saling bergantung (interdependensi) satu sama lain. “system” yang sempurna
adalah tubuh kita. Subsistem syaraf otak mengindra sesuatu yang menakutkan
mengakibatkan tubuh bereaksi terhadapnya. Reaksi berupa “lari”, yang
dilaksanakan oleh system musculoskeletal, sambil orang tersebut lari
terkencing-kencing diakibatkan oleh subsistem urogenital, dan sebagainya.
Dari sudut operasional
rumah sakit sebagai satu system, dikenal subsistem pelayanan (instalasi rawat
jalan, rawat inap, bedah pusat, dan lain-lain), dan subsistem manajemen/
administrasi pelayanan. Dari sudut kewenangan (power), dikenal sub system
pemilik, subsistem professional kesehatan dan subsistem manajemen. Kewenangan
yang dimiliki pemilik adalah merupakan kewenangan yang diberikan olegh
kekuasaan birokrasi. Kewenangan tersebut dinamakan kewenangan birokrasi dan
ditandai oleh adanya SK (surat keputusan) dari birokrasi diatasnya.
Kewenangan birokrasi yang
dimiliki pemilik dilaksanakan secara operasional oleh satu intitas birokrasi
yang dibentuk oleh pemilik melalui satu surat keoutusan (SK). Kewenangan yang
dimiliki profesi didapat melalui pendidikan yang terstruktur, berjenjang
(sarjana kedokteran, dokter umum, dokter spesialis, dokter subspesialis, dan
seterusnya) dan kewenangan tersebut ditandai dengan sertifikasi kopetensi oleh
asosiasi profesi/kolegium kedokteran bidang ilmu terkait.
Secara operasional komite
medic (Depkes,1999) melaksanakan tugas professional governance dalam masalah
yang berkaitan dengan profesi dan profesionalisme, misalnya :
1.
Pengelolaan tumpang tindih kewenangan profesi yang
bekerja dirumah sakit.
2.
Pengelolaan penggunaan antibiotic oleh semua
spesialisasi.
3.
Melakukan seleksi para professional yang akan bekerja
dirumah sakit, untuk menilai kemampuan profesionalnya (credentialing).
4.
Melaksanakan monitoring dan evaluasi mengenai kinerja
profesi para professional yang bekerja diumah sakit.
5.
Dan lain-lainnya baik yang murni berkaitan hanya
dengan keprofesian, maupun yang berkaitan dengan hal-hal diluar profesi.
Sebagai contoh, dalam pengelolaan profesi dirumah
sakit, maka sebagai satu system, ketergantungan dan saling berpengaruh antara satu
subsistem dengan subsistem lain dalam system rumah sakit pasti terjadi.
Contoh lain, diluar negeri yang gencar tuntunan hukum
terdapat profesi dokter, maka tindakan profesi yang tidak benar akan berdampak
pada keuangan ruumah sakit. Itulah sebabnya resiko kesakitan ataupun resiko
kematian perlu dikaitkan juga dengan resiko keuangan rumah sakit.
Keseluruhan tata cara pengelolaan yang berlaku dirumah
sakit ini ditetapkan bersama-sama oleh unsure profesi dengan unsure birokrasi,
yang dibanyak rumah sakit ketentuan dinamakan hospital by law.
Manajemen
Rumah Sakit di Indonesia dan Kebutuhan
Data serta Informasinya
Manajemen rumah sakit
berkembang dai waktu ke waktu. Pada sesudah perang dunia ke-2, manajemen rumah
sakit dilaksanakan dengan sangat murni sebagai lembaga social (philanthrop).
Pengambilan keputusan manajerial tidak pernah dilaksanakan dengan memakai asas
ekonomi, seperti membandingkan produksi dan biaya(efisiensi). Sitem informasi
yang berkembang dirumah sakit hanyalah berorientasi pada pelayanan mediknya
saja.
Perkembangan IPTEK
kedokteran dan kesehatan berkembang pesat, biaya pelayanan kesehatan yang
dibiayai pemerintah naik dengan tajam. Ini menyebabkan pemerintah tidak
berkemampuan untuk mendanai pelayanan kesehatan secara penuh, sehingga diharapka
masyarakat ikut mendanai pelayanan kesehatan. Hal ini dimungkinkan karena pada
pelayanan medic khususnya dirumah sakit, komponen privat goods cukup besar
sehingga bila dikelola menurut asas ekonomi (yang tetap bersifat social) akan
mengakibatkan masyarakat dapat ikut mendanai pelayanan rumah sakit. Manajemen
rumah sakit kemudian berkembang menjadi sifat sosio-ekonomis. Muncullah
sistilah “rumah sakit swadana” yang system informasinya mulai membandingkan
produksi dengan biaya produkasi. System informasi rumah sakit juga berkembang,
tidak saja bertujuan “membelanjakan uang untuk pelayanan”’ tetapi dihitung
biaya satuan dari tiap-tiap produkasi pelayanan.
Dalam pengelolaan
perusahaan, maka sisa hasil usaha atau yang dalam usaha nonsosial disebut sebagai
“profit”, menjadi salah satu tujuan dan ini juga berkaitan dengan tujuan
efisiensi rumah sakit.
Secara keseluruhan,
system informasi pelayanan profesi dirumah sakit dengan system informasi
administrasi pelayanan profesi harus dikuasai secara terpadu oleh profesi yang
bekerja dibidang manajemen informasi kesehatan (di indonesia bernaung dibawah organisasi
PORMIKI).
Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit dalam Sistem Informasi
Kesehatan
Nasional dan Tantangan Masa Depan
System informasi manajemen rumah sakit merupakan salah
satu bagian dari system informasi upaya pelyanan kesehatan perorangan dan SI-UKP ini merupakan bagian
dari system informasi pelayanan kesehatan, yang kemudian merupakan bagian dari
system informasi kesehatan (SIK), (Sudarmono,2001).
Dengan berlakunya UU
otonomi daerah, keter paduan system informasi kesehatan didaerah otonom dengan
system informasi dipusat merupakan syarat mutlak bagi keterpaduan Visi, Misi,
strategi dibidang kesehatan didaerah dengan visi, misi dan strategi tingkat
nasional (Sudarmono, 2000).
Dengan berlakunya UU
praktek kedokteran 2004, maka tindakan para dokter harus bias dipertanggung
jawabkan secara hukum disamping dipertanggung jawabkan secara profesi (hal
terakhir ini sudah dilaksanakan para dokter sebelum UU tersebut).
Pertanggungjawaban penyelengaraan profesi secara hukummemeerlukan bukti-buki
hukum tertulis, dan bagian yang sangat inti dari penyelenggaraan profesi ini
ada dalam Remkam Medik.
Menghadapi tiga hal
tersebut (globalisasi, otonomi daerah dan perkembangan teknologi informasi),
disamping diperlukan kesatuan Visi dan Misi (Sudarmono,2000).
Daftar Pustaka
Djojosugitio, M.Ahamad, “Evaluasi
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit”, makalah pada rapat anggota PERSI Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia, Bandung 1985.
Hartono, Bambang, Sistem Informasi
Kesehatan, Pusat Data Kesehatan Depkes RI,2001.
Soejitno, Sudarmono, et al.,
Akselerasi Reformasi Kesehatan, Adgrat Intramitra, Jakarta: 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar