Minggu, 19 Agustus 2012

Kunci kebahagiaan (Ibnu Qayyim Al-Jauzi)

Pendahuluan 

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memudahkan jalan bagi hamba-hambq yang bertakwa untuk mendapatkan ridha-Nya, dan menjelaskan kepada mereka berbagai cara untuk memperoleh hidayah (petunjuk)-Nya. Dia yang menjadikan ittibaa'ur-Rasuul (mengikuti sunnah Rasul) sebagai tuntunan. Dia yang menjadikan orang-orang yang bertakwa sebagai hamba-hamba setia-Nya dan mereka menerima penghambaan tersebut tanpa mengambil yang lain sebagai tempat bersandar. Dia yang menetapkan keimanan dalam hati hamba-hamba-Nya dan mengokohkan mereka dengan ruh dari-Nya. Semua itu karena mereka meridhai Allah SWT sebagai Tuhan mereka, Islam -sebagai agama mereka, dan Muhammad sebagai Rasul mereka.
Segala puji bagi Allah yang mengangkat orang yang bertanggung jawab menjelaskan sunnah para rasul pada masa fatrah9; yang memberikan keistimewaan terhadap umat ini dengan sekelompok orang yang senantiasa konsisten terhadap kebenaran. Kelompok yang hingga hari kiamat tidak terancam oleh musuh-musuh yang memperdaya dan menentang mereka,10 meskipun manusia dan jin bersatu untuk memerangi mereka.
Mereka mengajak orang-orang yang tersesat menuju jalan kebenaran. Mereka tetap bersabar menerima celaan dari orang-orang sesat itu. Mereka membuka mata orang-orang buta dengan nur Ilahi. Mereka hidupkan kembali dengan Kitab Allah orang-orang yang hatinya telah mati. Mereka itulah sebaik-baik orang yang mendapat petunjuk dan berkata benar.

Yahudi Dalam Wacana Sejarah



Yahudi, Kristen dan Islam biasa disebut agama-agama Ibrahimi (abrahamic religions), karena pokok-pokok ajarannya bernenek moyang kepada ajaran nabi Ibrahim (sekitar abad 18 SM), yaitu agama yang menekankan keselamatan melalui iman, menekankan keterkaitan atau konsekuensi langsung antara iman dan perbuatan nyata manusia.
Menurut agama-agama samawi itu, Tuhan tidak dipahami sebagai yang berfokus pada benda-benda (totemisme), atau upacara-upacara (sakramentalisme) seperti pada beberapa agama lain, tetapi sebagai yang mengatasi alam dan sekaligus menuntut manusia untuk menjalani hidupnya mengikuti jalan tertentu yang ukurannya ialah kebaikan seluruh anggota masyarakat manusia sendiri. Dengan kata lain, selain bersifat serba transendental dan maha tinggi, Tuhan juga bersifat etikal, dalam arti bahwa Ia menghendaki manusia untuk bertingkal laku yang etis dan bermoral.
Karena menekankan amal perbuatan yang baik dan benar itu , para ahli kajian ilmiah tentang agama-agama menyatakan Islam dan Yahudi yang juga sering disebut agama semitik (semitic religion) ini, tergolong agama etika (ethical religion), yakni agama yang mengajarkan bahwa keselamatan manusia tergantung pada perbuatan baik dan amal salehnya.
Ini berbeda dari agama Kristen yang juga termasuk agama semitik, disebabkan teologinya berdasarkan doktrin kejatuhan (fall) manusia (Adam) dari surga yang menyebabkan kesengsaraan abadi hidupnya, mengajarkan bahwa manusia perlu penebusan oleh kemurahan (Grace) Tuhan dengan mengorbankan putra tunggalnya, Isa al-Masih untuk disalib menjadi "Sang Penebus".

JANGAN DEKATI ZINA

Oleh : Imam Ibnu Qayyim Al-jauziyah

Pendahuluan
Bahaya Zina
Melihat bahwa bahaya yang ditimbulkan oleh praktek zina merupakan bahaya yang tergolong besar, dan praktek tersebut juga bertentangan dengan aturan universal yang diberlakukan untuk menjaga kejelasan nasab keturunan, menjaga kesucian dan kehormatan diri, juga mewaspadai hal-hal yang menimbulkan
permusuhan serta perasaan benci di antara manusia disebabkan pengrusakan terhadap kehormatan isteri, putri, saudara perempuan dan ibu mereka. Dan ini jelas akan merusak tatanan kehidupan. Melihat hal itu semua, pantaslah bahaya praktek zina itu -bobotnya- setingkat di bawah praktek pembunuhan. Oleh karena
itu, Allah I menggandeng keduanya di dalam Al-Qur'an dan juga Rasulullah dalam keterangan hadits beliau.
Al-Imam Ahmad berkata: "Aku tidak mengetahui sebuah dosa -setelah dosa membunuh jiwa- yang lebih besar dari dosa zina."